RSS
Facebook
Twitter

Rabu, 19 Februari 2014

Karomah Sahabat-Sahabat Rasulullah Saw

Karomah Abu Bakar Ash-Sidiq R.a Yang Mengetahui Kematiannya

Aisyah bercerita, ‘Ayahku (Abu Bakar Ash-Shiddiq) memberiku 20 wasaq kurma (1 wasaq = 60 gantang) dari hasil kebunnya di hutan. Menjelang wafat, beliau berwasiat, `Demi Allah, wahai putriku, tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai ketika aku kaya selain engkau, dan lebih aku muliakan ketika miskin selain engkau. Aku hanya bisa mewariskan 20 wasaq kurma, dan jika lebih, itu menjadi milikmu. Namun, pada hari ini, itu adalah harta warisan untuk dua saudara laki-laki dan dua saudara perempuanmu, maka bagilah sesuai aturan Al-Qur’an.’
Lalu aku berkata, “Ayah, demi Allah, beberapa pun jumlah harta itu, aku akan memberikannya untuk Asma’, dan untuk siapa lagi ya?’”
Abu Bakar menjawab, `Untuk anak perempuan yang akan lahir.”‘ (Hadis shahih dari `Urwah bin Zubair)

Menurut Al Taj al-Subki, kisah di atas menjelaskan bahwa Abu Bakar Ash Shidiq R.a. memiliki dua karomah.
Pertama, mengetahui hari kematiannya ketika sakit, seperti diungkapkan dalam perkataannya, “Pada hari ini, itu adalah harta warisan.”

Kedua, mengetahui bahwa anaknya yang akan lahir adalah perempuan. Abu Bakar mengungkapkan rahasia tersebut untuk meminta kebaikan hari Aisyah agar memberikan apa yang telah diwariskan kepadanya kepada saudara-saudaranya, memberitahukan kepadanya tentang ketentuan-ketentuan ukuran yang tepat, memberitahukan bahwa harta tersebut adalah harta warisan dan bahwa ia memiliki dua saudara perempuan dan dua saudara laki-laki.
Indikasi yang menunjukkan bahwa Abu Bakar meminta kebaikan hati ‘Aisyah adalah ucapannya yang menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang ia cintai ketika ia kaya selain `Aisyah (puterinya). Adapun ucapannya yang menyatakan bahwa warisan itu untuk dua saudara laki-laki dan dua saudara perempuanmu menunjukkan bahwa mereka bukan orang asing atau kerabat jauh.
Ketika menafsirkan surah Al-Kahfi, Fakhrurrazi sedikit mengungkapkan karamah para sahabat, di antaranya karamah Abu Bakar R.a. Ketika jenazah Abu Abu Bakar dibawa menuju pintu makam Nabi Saw, jenazahnya mengucapkan “Assalamu ‘alaika yaa Rasulullah, Ini aku Abu Bakar telah sampai di pintumu.”
Mendadak pintu makam Nabi terbuka dan terdengar suara tanpa rupa dari makam, “Masuklah wahai kekasihku ( Abu Bakar )”

Ali bin Abi Thalib R.a : Berbicara Pada Penghuni Kubur

Sid bin Musayyab menceritakan bahwa ia dan para sahabat menziarahi makam-makam di Madinah bersama Ali bin Abi Thalib R.a.
Ali bin Abi Thalib R.a lalu berseru, “Wahai para penghuni kubur, semoga dan rahmat dari Allah senantiasa tercurah kepada kalian, beritahukanlah keadaan kalian kepada kami atau kami akan memberitahukan keadaan kami kepada kalian.”

Lalu terdengar jawaban, “Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah dari Allah senantiasa tercurah untukmu, wahai Amirul Mukminin. Kabarkan kepada kami tentang hal-hal yang terjadi setelah kami.”

Ali bin Abi Thalib R.a berkata, “Isteri-isteri kalian sudah menikah lagi, kekayaan kalian sudah dibagi, anak-anak kalian berkumpul dalam kelompok anak-anak yatim, bangunan-bangunan yang kalian dirikan sudah ditempati musuh-musuh kalian. Inilah kabar dari kami, lalu bagaimana kabar kalian?”
Salah satu mayat menjawab, “Kain kafan telah koyak, rambut telah rontok, kulit mengelupas, biji mata terlepas di atas pipi, hidung mengalirkan darah dan nanah. Kami mendapatkan pahala atas kebaikan yang kami lakukan dan mendapatkan kerugian atas kewajiban yang yang kami tinggalkan. Kami bertanggung jawab atas perbuatan kami.” (Riwayat Al-Baihaqi)

Karomah Abu Bakar R.a, Makanan Jadi Lebih Banyak

Kisah ini diceritakan oleh ‘Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shidiq R.a, bahwa ayahnya datang bersama tiga orang tamu hendak pergi makan malam dengan Nabi Muhammad Saw. Kemudian mereka datang setelah lewat malam.
Isteri Abu Bakar bertanya, “Apa yang bisa kau suguhkan untuk tamumu?”
Abu Bakar balik bertanya, “Apa yang kau miliki untuk menjamu makan malam mereka?”
Sang isteri menjawab, ‘Aku telah bersiap-siap menunggu engkau datang.”
Abu Bakar berkata, “Demi Allah, aku tidak akan bisa menjamu mereka selamanya.”
Abu Bakar mempersilakan para tamunya makan. Salah seorang tamunya berujar, “Demi Allah, setiap kami mengambil sesuap makanan, makanan itu menjadi bertambah banyak. Kami merasa kenyang, tetapi makanan itu malah menjadi lebih banyak dari sebelumnya.”
Abu Bakar melihat makanan itu tetap seperti semula, bahkan jadi lebih banyak, lalu dia bertanya kepada istrinya, “Hai ukhti Bani Firas, apa yang terjadi?”
Sang isteri menjawab, “Mataku tidak salah melihat, makanan ini menjadi tiga kali lebih banyak dari sebelumnya.”
Abu Bakar menyantap makanan itu, lalu berkata, “Ini pasti ulah setan.”
Akhirnya Abu Bakar membawa makanan itu kepada Rasulullah Saw dan meletakkannya di hadapan beliau. Pada waktu itu, sedang ada pertemuan antara katun muslimin dan satu kaum. Mereka dibagi menjadi 12 kelompok, hanya Allah Yang Maha Tahu berapa jumlah keseluruhan hadirin. Beliau menyuruh mereka menikmati makanan itu, dan mereka semua menikmati makanan yang dibawa Abu Bakar. (HR Bukhari dan Muslim)

Kisah Karomah Utsman bin ‘Affan R.a

Dalam kitab Al-Thabaqat, Taj al-Subki menceritakan bahwa ada seorang laki-laki bertamu kepada Utsman. Laki-laki tersebut baru saja bertemu dengan seorang perempuan di tengah jalan, lalu ia menghayalkannya.
Utsman berkata kepada laki-laki itu, “Aku melihat ada bekas zinah di matamu.”
Laki-laki itu bertanya, “Apakah wahyu masih diturunkan setelah Rasulullah Saw wafat?”
Utsman menjawab, “Tidak, ini adalah firasat seorang mukmin.”
Utsman bin Affan R.a. mengatakan hal tersebut untuk mendidik dan menegur laki-laki itu agar tidak mengulangi apa yang telah dilakukannya.Selanjutnya Taj al-Subki menjelaskan bahwa bila seseorang hatinya jernih, maka ia akan melihat dengan nur Allah, sehingga ia bisa mengetahui apakah yang dilihatnya itu kotor atau bersih.
Maqam orang-orang seperti itu berbeda-beda. Ada yang mengetahui bahwa yang dilihatnya itu kotor tetapi ia tidak mengetahui sebabnya. Ada yang maqamnya lebih tinggi karena mengetahui sebab kotornya, seperti Utsman R .a. Ketika ada seorang laki-laki datang kepadanya, `Utsman dapat melihat bahwa hati orang itu kotor dan mengetahui sebabnya yakni karena menghayalkan seorang perempuan.
Ibnu Umar bin Khattab R.a menceritakan bahwa Jahjah al- Ghifari mendekati Utsman bin Affan R.a. yang sedang berada di atas mimbar. Jahjah merebut tongkat Utsman, lalu mematahkannya. Belum lewat setahun, Allah Swt menimpakan penyakit yang menggerogoti tangan Jahjah, hingga merenggut kematiannya. (Riwayat Al-Barudi dan Ibnu Sakan)

Kisah Karomah Ali bin Abi Thalib R.a : Menyembuhkan Orang Lumpuh

Kisah Ali bin Abi Tholib R.a ini terdapat dalam kitab Al-Tabaqat, Taj al-Subki meriwayatkan bahwa pada suatu malam, Ali bin Abi Tholib R.a dan kedua anaknya, Hasan R.a dan Husein R.a mendengar seseorang bersyair :
Hai Dzat yang mengabulkan do’a orang yang terhimpit kedzaliman
Wahai Dzat yang menghilangkan penderitaan, bencana, dan sakit
Utusan-Mu tertidur di rumah Rasulullah sedang orang-orang kafir mengepungnya
Dan Engkau Yang Maha Hidup lagi Maha Tegak tidak pernah tidur
Dengan kemurahan-Mu, ampunilah dosa- dosaku
Wahai Dzat tempat berharap makhluk di Masjidil Haram
Kalau ampunan-Mu tidak bisa diharapkan oleh orang yang bersalah
Siapa yang akan meng-anugerahi nikmat kepada orang-orang yang durhaka.”
Ali bin Abi Thalib R.a lalu menyuruh orang mencari si pelantun syair itu. Pelantun syair itu datang menghadap Ali bin Abi Thalib seraya berkata, “Aku, yaa Amirul mukminin!”
Laki- laki itu menghadap sambil menyeret sebelah kanan tubuhnya, lalu berhenti di hadapan Ali bin Abi Thalib R.a.

Ali bin Abi Thalib R.a bertanya, “Aku telah mendengar syairmu, apa yang menimpamu?”
Laki-laki itu menjawab, “Dulu aku sibuk memainkan alat musik dan melakukan kemaksiatan, padahal ayahku sudah menasihatiku bahwa Allah memiliki kekuasaan dan siksaan yang pasti akan menimpa orang-orang dzalim. Karena ayah terus-menerus menasihati, aku memukulnya. Karenanya, ayahku bersumpah akan mendo’akan keburukan untukku, lalu ia pergi ke Mekkah untuk memohon pertolongan Allah. Ia berdo’a, belum selesai ia berdo’a, tubuh sebelah kananku tiba-tiba lumpuh. Aku menyesal atas semua yang telah aku lakukan, maka aku meminta belas kasihan dan ridha ayahku sampal la berjanji akan mendo’akan kebaikan untukku jika Ali mau berdo’a untukku. Aku mengendarai untanya, unta betina itu melaju sangat kencang sampai terlempar di antara dua batu besar, lalu mati di sana.”
Ali bin Abi Tholib R.a lalu berkata, “Allah akan meridhaimu, kalau ayahmu meridhaimu.”
Laki-laki itu menjawab, “Demi Allah, demikianlah yang terjadi.”
Kemudian Ali berdiri, shalat beberapa rakaat, dan berdo’a kepada Allah dengan pelan, kemudian berkata, “Hai orang yang diberkahi, bangkitlah!”
Laki-laki itu berdiri, berjalan, dan kembali sehat seperti sedia kala.
Jika engkau tidak bersumpah bahwa ayahmu akan meridhaimu, maka aku tidak akan mendo’akan kebaikan untukmu.” `Kata Ali bin Abi Tholib

Karomah Amirul Mukminin Umar bin Khattab R.a

Umar bin Khattab adalah sahabat Rasul yang diberi karomah dapat berbicara dengan Tuhan. Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh pada umat terdahulu terdapat Muhaddatsun, yakni orang-orang yang berbicara dengan Tuhan. Jika salah seorang mereka ada pada umatku, maka tentu Umar bin al-Khattab”.
Allah Swt telah memberikan al-firasah kepada al-muhaddats (seorang Wali mitra dialog Allah Swt) karena hijab di antara Wali dengan Allah Swt sudah terangkat, Firasat seperti inilah yang dialami oleh Umar bin Khattab ketika beliau berdasar ilham berbicara dimimbar di madinah (sedang ceramah di masjid nabawi), memberikan perintah kepada Sariyah ibn Zunaym, panglima tentaranya (yang pada saat itu sedang berperang dan tentaranya kocar-kacir terkepung pasukan kafir di Irak/persia).
Umar bin Khattab berkata (berteriak) : “Wahai Sariyah ibn Zunaym, di atas bukit! di atas bukit!”.
Para tentara (muslimin) yang sedang berperang di Irak itu mendengar perintah Umar bin Khattab, padahal mereka berada di tempat yang sangat jauh dalam jarak perjalanan satu bulan dari madinah.
Mereka (pasukan muslimin) kemudian menuju ke atas bukit itu dan memperoleh kemenangan atas musuh, berkat pertolongan Allah Swt melalui perintah Umar bin Khattab R.a tersebut” (Apakah Wali itu ada?)

Karomah Syeikh Abdul Qodir Jailani : Mujahadah

Syeikh Abu Suud al-Harimi meriwayatkan bahwa beliau pernah mendengar Syeikh Abdul Qodir berkata, “Selama 25 tahun aku mendiami padang pasir iraq, tidak pernah bertemu dengan orang dan ditemukan orang. Pada masa itu, sekelompok jin dan Rijal ghaib datang kepadaku dan aku mengajarkan jalan menuju Allah Swt kepada mereka. Nabi Khidir A.s menemaniku pada saat aku tiba di Iraq untuk pertama kali walaupun dan aku tidak pernah berjumpa dengan beliau sebelumnya. Beliau mengajukan syarat kepadaku untuk tidak membantahnya dan berkata kepadaku, “Duduk disini”.
Aku pun duduk ditempat itu selama tiga tahun dan setiap tahun beliau mendatangiku dan berkata, “Tetap ditempatmu sampai aku datang”.Pada masa itu, dunia serta segala kemewahan dan keindahannya menjelma dan datang kepadaku namun Allah Swt melindungiku dari semua itu. Kemudian setan mendatangiku dengan bentuk yang menakutkan dan memerangiku namun Allah Swt menguatkanku. Allah Swt tampakkan pula nafsuku dalam bentuk yang terkadang tunduk kepada apa yang aku inginkan tapi kadang pula memerangiku dan Allah Swt memenangkan aku atas dirinya. Semua metode mujahadah aku jalani pada masa awal perjalanan spiritualku. Bertahun-tahun lamanya aku menempati pinggiran kota menempa diri. Adakalanya selama setahun aku hanya memakan makanan sisa dan tidak minum. Kemudian pada tahun berikutnya, aku hanya minum dan tidak makan kemudian pada tahun berikutnya tidak makan dan minum serta tidak tidur selama setahun.
Pada suatu malam yang sangat dingin aku tertidur di Iwan al-Kisra dan bermimpi basah. Aku bangun dan langsung mandi kemudian tidur dan kembali bermimpi. Aku kembali bangun, pergi ke sungai dan mandi besar. Pada malam itu aku berjunub dan mandi sebanyak 40 kali. Akhirnya aku memanjat menara (Iwan) karena takut akan bermimpi lagi.
Bertahun-tahun aku hanya tinggal disebuah gubuk reyot dan hanya makan kain bajuku. Setiap tahun seseorang memakai jubah sufi datang kepadaku dan memasukkan aku ke 1000 fan hingga aku melupakan dunia. Saat itu aku hanya dikenal sebagai si bodoh atau si gila dan berjalan dengan bertelanjang kaki. Aku selalu melewati rintangan yang ada dan tidak takhluk kepada nafsu dan tdk pula tergoda dengan kemewahan dunia” (Mahkota Para Aulia, 2005)

Karomah Syeikh Abdul Qodir Jailani : Bertemu Nabi Khidir A.s

Taqiyuddin Muhammad al-Waidz al-Lubnani dalam kitabnya Al-Mausum bi Raudhah al-Abrar wa Mahasin al-Akhyar meriwayatkan ketika Syeikh Abdul Qodir di usia 18 tahun hendak memasuki kota Baghdad, beliau menjumpai Nabi Khidir A.s berdiri didepan pintu, menghalanginya masuk dan berkata, “Aku tidak memiliki perintah yang memperbolehkanmu memasuki baghdad hingga 7 tahun ke depan”.
Syeikh Abdul Qodir akhirnya bermukim ditepian Baghdad dan hidup dari sisa-sisa makanan selama 7 tahun.Hingga pada suatu malam ditengah hujan deras, sebuah suara berkata kepadanya, “Abdul Qodir, masuklah ke baghdad”.

Beliau pun memasuki Baghdad dan menuju ke musholla Syeikh Hamad bin Muslim ad-Dabbas. Sebelum beliau tiba syaikh Hamad memerintahkan murid-muridnya untuk mematikan lampu dan menutup semua pintu.
Ketika tiba dan mendapati pintu tertutup serta lampu sudah dimatikan, Syeikh Abdul Qodir duduk didepan pintu dan tertidur lalu bermimpi basah. Bangun dari tidurnya beliau langsung mandi besar lalu kembali tidur dan kembali bermimpi. Beliau kemudian bangun dan mandi besar. Hal tersebut terus terulang sebanyak 17 kali.
Saat shubuh tiba, pintu dibuka dan masuklah Syeikh Abdul Qodir.
Syeikh Hamad bangkit menyambutnya, memeluknya dan menangis sambil berkata, “Anakku Abdul Qodir, saat ini negeri ini milik kami dan besok akan menjadi milikmu. Apabila engkau berkuasa kelak, berlaku adillah terhadap orang tua ini”. (Mahkota Para Aulia, 2005)

Karomah Anas bin Malik R.a dan Umar bin Khottob R.a

Sosok Anas bin Malik R.a sangatlah sederhana. Anas bin Malik sebagai seorang sahabat banyak sekali memiliki kekurangan. Anas adalah orang yang tidak memiliki keahlian, apalagi dalam hal berperang serta dikenal kurang pintar. Namun Umar bin Khattab malah memberikan Anas kepercayaan untuk selalu mendampinginya dalam melakukan perjalanan mensyiarkan syariat islam.
Dibalik kekurangannya itu, Anas ternyata seorang yang taat dalam beribadah. Selain itu kebaikan hati yang ia miliki menjadikan Umar bin Khattab semakin mempercayainya. Suatu hari Umar mengajak Anas untuk mendampinginya melakukan perjalanan menuju suatu daerah. “Anas bin Malik, maukah kau menemaniku melakukan perjalanan?” tanya Umar bin Khattab pada Anas yang sedang berdzikir.
Ternyata Anas diam tidak menjawab pertanyaan Umar bin Khattab. Sehingga Umar bin Khattab bergegas meninggalkan Anas karena mengira tidak mau menemaninya.

DIKEPUNG PERAMPOK
Jauh sudah perjalanan Umar bin Khattab dalam melakukan perjalanan, tapi tanpa disadari Umar bin Khattab, Anas sudah berada dibelakangnya. Anas yang sudah ketinggalan jauh tiba-tiba berada didekat Umar bin Khattab.

Umar bin Khattab yang baru menyadari itu langsung tercengang karena kaget. “Sejak kapan kau berada dibelakangku?” tanya Umar bin Khattab pada Anas
Aku mulai berangkat menyusulmu seusai sholat ashar dan aku melihat bayanganmu, akhirnya aku ada dibelakangmu “ jawab Anas dengan lugunya.

Betapa Umar bin Khattab makin terkejut, karena ia berangkat sudah sehari sebelumnya, tepatnya seusai sholat malam ia baru memulai perjalanan. Ia yakin perjalanan yang ia tempuh sudah sangat jauh. Tapi Anas yang baru saja berangkat langsung bisa menyusulnya. Walaupun Umar bin Khattab terkagum-kagum menyadari keajaiban itu, Umar bin Khattab hanya hanya diam dan tersenyum sendiri.
Pada perjalanan malam, sampailah mereka ditempat yang sangat sepi dan gelap. Mereka memutuskan untuk beristirahat. Tidak lama beristirahat, tiba-tiba ada lima perampok. Anas yang tidak memiliki keahlian apapun sangat kebingungan, karena tidak tahu harus melakukan apa untuk menyelamatkan Umar bin Khattab. Akhirnya Anas mengajak Umar bin Khattab untuk menaiki kuda dan mengendalikan kudanya sekencang-kencangnya. Namun, perampok itu juga menaiki kudanya dan lebih kencang dari mereka berdua. Perampok itu terus mengejar Umar bin Khattab dan Anas.
Sampai akhirnya perampok itu berhasil menyusul Anas dan Umar bin Khattab. Perampok itu mengeluarkan pisau untuk menodong. Anas yang kala itu berdo’a terus agar bisa melakukan sesuatu untuk menyelamatkan Umar bin Khattab, secara tiba-tiba kuda perampok itu langsung berhenti dan tidak mau digerakkan. Ternyata do’a Anas adalah, “Ya Allah, aku mohon hentikan kuda perampok itu”.
BERKUDA DI LAUT
Anas dan Umar bin Khattab terus menunggangi kuda dengan sangat kencang dan mereka tidak memperhatikan jalan yang mereka lewati, sampai akhirnya mereka tersesat disuatu tempat yang sudah tidak ada jalan dan didepannya hanya ada laut. Belum sempat Umar bin Khattab menuturkan satu kata pun pada Anas, Anas langsung bertanya, “
Kenapa berhenti hai wahai Umar Ibn Khattab?”
Bagaimana aku bisa menjalankan kuda ini, jika jalan yang harus kita lewati adalah laut” jawab Umar bin Khattab
Insya Allah kita bisa melewati jalan ini, Bismillah” tutur Anas sembari menjalankan kudanya menyebarangi laut yang berada didepannya.
Umar bin Khattab pun langsung mengikuti Anas dan betapa terkejutnya Umar bin Khattab, karena ia dan Anas benar-benar bisa melewati lautan yang luas itu. Kuda terus berjalan seolah terbang di atas lautan. Setibanya didaratan, Umar bin Khattab meminta Anas untuk beristirahat.
Baiklah Umar, kita istirahat disini, aku juga sangat lelah” jawab Anas

Sewaktu Anas pergi untuk mencari buah-buahan, Umar bin Khattab terkejut setelah menyentuh kaki kudanya yang tetap kering meski melewati lautan, “Sungguh keajaiban” tutur Umar bin Khattab dalam hati. (Kisah Hikmah, 2011)

Karomah Syekh Abdul Qadir Jailani : Godaan Iblis

Syeikh Utsman Shairafi meriwayatkan bahwa Syeikh Abdul Qodir bercerita, “Siang maupun malam aku tinggal di padang pasir, bukan di baghdad. Sepanjang masa itu, para setan mendatangiku berbaris dengan rupa yang menakutkan, menyandang senjata dan melontari aku dengan api. Namun, saat itu pula aku mendapatkan keteguhan dalam hati yang tak dapat aku ceritakan dan aku mendengar suara dari dalam hatiku yang berkata, “Bangkit Abdul Qodir, telah Kami teguhkan engkau dan Kami dukung engkau”
dan ketika aku bangkit mereka pun kocar-kacir, kembali ke tempat mereka semula.

Setelah itu ada satu setan mendatangiku dan mengancamku dengan berbagai ancaman. Aku bangun dan menamparnya hingga dia lari pontang-panting. Kemudian aku baca “Laa Haula Wala Quwwata illa Billah Al-Ali Al-Adzim” (tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Swt) dan terbakarlah dia.
Di lain waktu setan mendatangiku dalam rupa seorang yang buruk rupa dan berbau busuk, dia berkata kepadaku, “aku iblis datang untuk melayanimu karena aku dan para pengikutku telah putus asa terhadap dirimu”.
Pergi” cetusku kepadanya,
Aku tidak percaya dengan apa yang engkau ucapkan”. Saat itu muncul tangan dari langit memukul ubun-ubunnya hingga iblis tersebut terbenam kedalam bumi.

Kedua kalinya, iblis tersebut mendatangiku dengan membawa sebuah bola api untuk menghancurkan aku. Ketika itu datanglah seorang berjubah yang mengendarai seekor kuda memberikan sebilah pedang kepadaku. Melihat hal ini sang iblis mundur, tidak jadi menyerangku.
Ketiga kalinya, aku melihat iblis duduk jauh dariku sambil menaburkan tanah diatas kepalanya seraya berkata, “aku putus asa terhadap dirimu wahai Abdul Qodir”. Aku tetap curiga kepadamu” jawabku kepadanya.
Mendengar jawabanku si iblis berkata, “ini lebih dahsyat daripada bala”
Kemudian disingkapkan kepadaku berbagai jaring.
apa ini?” tanyaku.
Ini” jawab sebuah suara “adalah jaring-jaring dunia yang menjerat orang-orang sepertimu”.

Aku pun berpaling dan melarikan diri darinya. Aku habiskan satu tahun untuk memeranginya hingga aku dapat lepas dari semua itu. Setelah itu disingkapkan kepadaku berbagai sebab yang berhubungan dengan diriku.
Apa ini?” tanyaku.
Ini adalah sebab musabab kemakhlukan yang berhubungan dengan dirimu” jawab sebuah suara kepadaku. Aku pun menghadapinya selama satu tahun sampai hatiku dapat lepas dari semua itu.
Tahap selanjutnya, disingkapkan kepadaku isi dadaku dan aku melihat hatiku bergantung kepada berbagai hubungan. Aku kembali bertanya, “Apa ini?”.
Suara tersebut menjawab, “Ini adalah kemauan dan pilihanmu”.
Jawaban tersebut membuatku menghabiskan satu tahun lainnya untuk memerangi hingga aku dapat lepas dari semua itu.
Berikutnya disingkapkan kepadaku jiwaku dan aku melihat berbagai penyakitnya masih bercokol, hawa nafsunya masih hidup dan setan yang ada didalamnya masih melawan. Aku memerlukan setahun lainnya untuk memerangi semua itu hingga berbagai penyakit hati hilang, hawa nafsunya mati, dan setan berhasil aku tundukkan. Dengan demikian segala sesuatu hanya untuk Allah Swt semata.

Pada tahap ini, aku benar-benar sendiri, semua yang eksis aku tinggalkan dibelakang dan aku tetap belum berhasil mencapai JUNJUNGANKU. Aku seret diriku ke pintu tawakal agar dapat masuk menemui-Nya. Namun setibanya aku dipintu tersebut, aku mendapatkan kerumunan orang yang membuatku mundur. Begitu pula dipintu syukur, kekayaan, kedekatan, penyaksian (musyahadah), semuanya penuh dengan orang-orang. Akhirnya aku menyeret diriku ke pintu kefakiran. Aku dapati pintu tersebut kosong dari orang-orang, maka aku memasukinya dan mendapatkan dalamnya berisi semua yang aku tinggalkan dan HARTA KARUN PALING BESAR DAN KEMULIAAN PALING AGUNG (Allah Swt).
(Mahkota Para Aulia, 2005)

Karomah Syeikh Abdul Qodir Jailani : Kejujuran

Syeikh Muhammad bin Qaid al-Awani meriwayatkan : Pada suatu hari beliau bertanya kepada sang Syeikh, “Apa yang membuatmu dapat meraih derajad ini?”
Beliau menjawab, “Kejujuran, tidak pernah sekalipun aku berbohong bahkan ketika aku masih menuntut ilmu”.
Kemudian Syeikh Abdul Qodir melanjutkan, “Ketika tiba hari arafah saat aku kecil, aku pergi kesekitar Baghdad dan menggembala sapi.
Tiba tiba sapi tadi menolehkan kepalanya kepadaku dan berkata, “Abdul Qodir! Bukan untuk ini engkau diciptakan”.
Masih dalam keadaan terkejut aku pulang ke rumah dan naik ke atas atap. Disana aku melihat orang-orang sedang melaksanakan Wukuf di Arafah. Aku turun dan berkata kepada ibuku, “Ibu, serahkan diriku kepada Allah Swt dan izinkan aku pergi ke Baghdad menuntut ilmu”.
Ketika beliau menanyakan apa yang menyebabkan aku mengajukan permintaan tersebut, aku pun menceritakan kisah di atas dan beliau menangis. Kemudian beliau mengambil 80 dinar uang peninggalan ayahku dan memberikannya kepadaku. Aku tinggalkan 40 dinar untuk adikku dan ibu menjahitkan uang tersebut dibalik bajuku. Beliau memintaku untuk berjanji akan selalu jujur dalam kondisi apapun. Aku menyanggupi hal tersebut. Ketika akan melepasku pergi, beliau berkata kepadaku, “Pergilah, aku serahkan engkau kepada Allah Swt. Wajah ini tidak akan aku lihat lagi sampai hari kiamat”.
Aku pun pergi ke Baghdad mengikuti sebuah khafilah kecil. Namun setibanya kami di Rabik, daerah selatan Hamdzaan, muncul 60 orang perampok yang merampok khafilah tersebut tanpa memedulikan diriku. Salah seorang perampok tersebut berkata kepadaku, “Hai orang miskin, apa yang engkau miliki?”.
40 dinar” jawabku.
Dimana uang tersebut” tanyanya kembali.
Dijahitkan dalam bajuku dibawah ketiak” jawabku.
Mengira aku bercanda, perampok tersebut pergi dan tidak memedulikan aku. Kemudian datang perampok lainnya dan menanyakan pertanyaan yang sama. Aku pun menjawabnya dengan jawaban yang sama. Kali ini perampok tersebut melaporkan apa yang dia dengar kepada ketuanya yang sedang membagi-bagi hasil rampokan disebuah bukit kecil.
Mendengar laporan tersebut, kepala perampok itu berkata, “Bawa dia kemari”.
Dihadapannya, kepala rampok tersebut menanyakan pertanyaan yang sama dan aku kembali menjawabnya dengan jawaban yang sama. Dia lalu memerintahkan anak buahnya untuk melepaskan bajuku, menyobek jahitannya dan mereka menemukan uang tersebut.
Mengapa engkau melakukan ini?” tanya kepala rampok kepadaku.
Aku telah berjanji kepada ibuku untuk tidak berbohong dan aku tidak ingin mengingkari janjiku kepadanya” jawabku.
Kepala perampok tersebut menangis mendengar jawabanku dan berkata, “Engkau tidak mau mengkhianati janjimu kepada ibumu sedangkan aku hingga saat ini selalu mengingkari janji Allah Swt”.
Kepala perampok itu pun bertobat ditanganku.
Melihat hal tersebut para pengikutnya berkata, “Engkau ketua kami dalam hal merampok. Sekarang engkau ketua kami dalam hal taubat”,
dan mereka semua bertaubat dan mengembalikan apa yang mereka ambil dari khafilah tersebut. Merekalah orang-orang pertama yang bertobat ditanganku” (Mahkota Para Aulia, 2005)

Karomah Syeikh Abdul Qodir Jailani : Melihat Malaikat

Saat ada yang bertanya kepada beliau, “Kapan engkau mengetahui bahwa dirimu adalah wali Allah Swt?”
Syeikh Abdul Qodir Jailani menjawab, “Aku berusia 10 tahun ketika melihat para malaikat berjalan disampingku saat aku berangkat ke sekolah. Dan setibanya disana, para malaikat tersebut berkata, “Berikan jalan bagi wali Allah’ sampai aku duduk.
Pada suatu hari, seseorang lewat dihadapanku dan dia mendengar para malaikat mengatakan hal tersebut.
Dia bertanya kepada salah seorang malaikat tersebut, “Ada apa dengan anak kecil ini?”.
Sang malaikat berkata, “Ini sudah ditakdirkan dari bait Al-Asyraf (rumah paling mulia/ arsy)”.
Beliau berkata, “Anak ini akan menjadi orang besar. Dia telah diberi anugerah yang tak dapat ditolaknya, dibukakan hijabnya dan telah didekatkan”.
Empat puluh tahun kemudian aku baru mengetahui bahwa orang tersebut adalah salah seorang abdal pada saat itu”

Syeikh Abdul Qodir berkata, “Setiap kali muncul keinginan dalam diriku untuk bermain bersama anak-anak lain, aku mendengar suara yang berkata, “Kemarilah wahai Mubarak (orang yang diberkahi)”. Aku ketakutan dan bersembunyi dikamar ibuku…” (Mahkota Para Aulia, 2005)

Karomah Dzun Nun al-Misri

Pengarang kitab al-Risalah al-Qusyairiyyah bercerita bahwa Salim al-Maghriby menghadap Dzun nun dan bertanya “Wahai Abu al-Faidl!” begitu ia memanggil demi menghormatinya.
Apa yang menyebabkan Tuan bertaubat dan menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah Swt?“
Sesuatu yang menakjubkan, dan aku kira kamu tidak akan mampu.” Begitu jawab al-Misri seperti sedang berteka-teki.
Al-Maghriby semakin penasaran “Demi Dzat yang engkau sembah, ceritakan padaku.”
Lalu Dzun nun berkata: “Suatu ketika aku hendak keluar dari Mesir menuju salah satu desa lalu aku tertidur di padang pasir. Ketika aku membuka mata, aku melihat ada seekor anak burung yang buta jatuh dari sangkarnya.
Coba bayangkan, apa yang bisa dilakukan burung itu. Dia terpisah dari induk dan saudaranya. Dia buta tidak mungkin terbang apalagi mencari sebutir biji.
Tiba-tiba bumi terbelah. Perlahan-lahan dari dalam muncul dua mangkuk, yang satu dari emas satunya lagi dari perak. Satu mangkuk berisi biji-bijian Simsim, dan yang satunya lagi berisi air. Dari situ dia bisa makan dan minum dengan puas. Tiba-tiba ada kekuatan besar yang mendorongku untuk bertekad: “Cukup… aku sekarang bertaubat dan total menyerahkan diri pada Allah Swt. Aku pun terus bersimpuh di depan pintu taubat-Nya, sampai Dia Yang Maha Asih berkenan menerimaku”.
Imam al-Nabhani dalam kitabnya “Jami’ al-Karamaat“ mengatakan: “Diceritakan dari Ahmad bin Muhammad al-Sulami: “Suatu ketika aku menghadap pada Dzun nun, lalu aku melihat di depan beliau ada mangkuk dari emas dan di sekitarnya ada kayu menyan dan minyak Ambar. Lalu beliau berkata padaku “engkau adalah orang yang biasa datang ke hadapan para raja ketika dalam keadaan bergembira.”
Menjelang aku pamit beliau memberiku satu dirham. Dengan izin Allah uang yang hanya satu dirham itu bisa aku jadikan bekal sampai kota Balkh (kota di Iran).

Suatu hari Abu Ja’far ada di samping Dzun Nun. Lalu mereka berbicara tentang ketundukan benda-benda pada wali-wali Allah Swt.
Dzun nun mengatakan “Termasuk ketundukan adalah ketika aku mengatakan pada ranjang tidur ini supaya berjalan di penjuru empat rumah lalu kembali pada tempat asalnya.” Maka ranjang itu berputar pada penjuru rumah dan kembali ke tempat asalnya.
Imam Abdul Wahhab al-Sya’roni mengatakan: “Suatu hari ada perempuan yang datang pada Dzun nun lalu berkata “Anakku telah dimangsa buaya.”
Ketika melihat duka yang mendalam dari perempuan tadi, Dzun nun datang ke sungai Nil sambil berkata “Yaa Allah… keluarkan buaya itu.”
Lalu keluarlah buaya, Dzun nun membedah perutnya dan mengeluarkan bayi perempuan tadi, dalam keadaan hidup dan sehat. Kemudian perempuan tadi mengambilnya dan berkata “Maafkanlah aku, karena dulu ketika aku melihatmu selalu aku merendahkanmu. Sekarang aku bertaubat kepada Allah Swt.”
Demikianlah sekelumit kisah perjalanan hidup waliyullah, sufi besar Dzun Nun al-Misry yang wafat pada tahun 245 H, semoga Allah me-ridlai-nya.

Karomah Rabiah al-‘Adawiyah

Pada suatu malam majikan Rabiah terbangun dan melihat Rabiah sedang bersujud dan berdo’a, “Yaa Allah, hatiku sangat ingin mentaati-Mu dan ingin rasanya kuhabiskan seluruh hidupku ini hanya untuk beribadah kepada-Mu, kalaulah aku dapat berbuat semauku, tak ingin rasanya aku meninggalkan ibadah ini, namun apa daya, aku harus memenuhi semua titah tuanku.”
Dan saat itu tuannya melihat cahaya di atas kepalanya yang menyinari seluruh isi rumah. Menyadari hal ini, tuannya pun kaget dan segera kembali ke kamarnya dengan gelisah memikirkan tentang Rabiah. Hingga datang waktu pagi, tuannya pun memanggilnya dan membebaskannya.
Di antara karomah Rabiah yang terkenal adalah hilangnya pintu rumah Rabiah ketika seorang pencuri hendak keluar dari rumahnya setelah mengambil semua barang miliknya, dan ketika pencuri itu meletakkan barang-barangnya pintu itu muncul kembali, kemudian ketika ia mengambilnya lagi pintu itu pun langsung menghilang seperti sebelumnya, sampai akhirnya ia mendengar suara yang menyuruhnya agar meletakkan barang-barang curian itu dan pergi karena rumah itu ada yang menjaganya.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar Disini.. ^_^