RSS
Facebook
Twitter

Rabu, 19 Februari 2014

=Karomah Sayyidina Umar bin Khattab RA=

Di zaman Umar bin Khattab RA pernah terjadi gempa bumi hingga menjadikan gunung-gungung hampir runtuh (longsor atau semisalnya), Maka Umar bin Khattab memukul-kan cambuknya ke Tanah seraya Umar bin Khattab berkata : "Wahai Bumi diamlah kamu, seandainya aku tidak berlaku adil memimpin ummat ini, maka kecelakaan-lah bagi Umar bin Kattab"

Seketika itu Gempa Bumi berhenti, dan tidak nampak lagi kejadian seperti itu sesudahnya......(Kitab al-jawahir al-Lu'luah hlm 33)

Surat sayidina Umar untuk sungai nil yang menjadi sebab bebasnya tumbal tumbal perawan negara mesir untuk sungai tersebut

"Tatkala ‘Amr bin al-‘Ash memenangi negeri Mesir, para penduduk pun mendatanginya di awal bulan Ba-unah (bulan kesepuluh dari penanggalan tahun Mesir) seraya berkata kepada ‘Amr bin al-‘Ash, “Wahai Pemimpin, sesungguhnya kami memiliki tradisi berkaitan dengan sungai Nil kami ini, dan sungai ini takkan mengalir kecuali dengan (menjalankan) tradisi itu.”

‘Amr bin al-‘Ash bertanya kepada mereka, “Tradisi apakah itu?”

Mereka menjawab, “Apabila telah berlalu dua belas malam dari bulan ini, kami mengambil gadis perawan dari kedua orang tuanya setelah sebelumnya kami buat rela kedua orang tuanya itu. Kami mempercantik gadis perawan itu dengan perhiasan dan pakaian yang terbaik lalu melemparkannya ke sungai Nil ini sehingga air sungai pun kembali mengalir.”

‘Amr bin al-‘Ash berkata, “Perbuatan itu tak diperbolehkan oleh Islam, dan sesungguhnya Islam itu (datang) untuk meruntuhkan ajaran yang ada sebelumnya.”

Akhirnya penduduk sungai Nil pun (memutuskan) untuk menunggu (kemungkinan yang akan terjadi) sepanjang bulan Ba-unah, Abib, dan Misra. Apabila memang air sungai Nil tetap tidak mengalir, baik sedikit maupun banyak, mereka bermaksud pindah ke tempat lain. Melihat hal itu, ‘Amr bin al-‘Ash pun menulis surat kepada ‘Umar bin al-Khaththab tentang keadaan tersebut.

‘Umar pun menulis surat balasan kepada ‘Amr bin al-‘Ash dengan mengatakan dalam suratnya, “Kamu telah bertindak benar. Sesungguhnya Islam itu (datang) untuk meruntuhkan ajaran yang ada sebelumnya. Aku melampirkan bithaqah (sehelai surat/warkat/kartu) dalam suratku ini. Jika suratku ini telah kau terima, lemparkanlah bithaqah tersebut ke sungai Nil!”

Ketika surat itu sampai ke tangan ‘Amr bin al-‘Ash, ternyata di dalamnya memang terlampir bithaqah yang bertuliskan:

" من عبد الله عمر أمير المؤمنين إلى نيل مصر ، أما بعد : فإن كنت إنما تجري من قبلك فلا تجر ، وإن كان الله الواحد القهار هو الذي يجريك فنسأل الله الواحد القهار أن يجريك

“Dari hamba Allah, ‘Umar Amir al-Mu’minin, kepada Nil, sungai penduduk Mesir. Amma ba’d. Jika kamu mengalir karena keinginanmu sendiri, maka tak usahlah kau mengalir. Akan tetapi jika Allah al-Wahid al-Qahhar yang membuatmu mengalir, maka kami memohon kepada Allah al-Wahid al-Qahhar agar mengalirkanmu.”

‘Amr bin al-‘Ash pun memberitahukan surat dan bithaqah dari Amir al-Mukminin itu kepada para penduduk Mesir. Setelah itu dia melemparkan bithaqah itu ke sungai Nil, tepatnya satu hari sebelum hari raya penyaliban (hari raya kaum Nasrani). Pada saat itu sebetulnya penduduk Mesir telah bersiap-siap untuk berpindah keluar dari tempat itu karena tiada lagi kemaslahatan bagi mereka di tempat itu selain dengan mengalirnya sungai Nil.

Kemudian pada keesokan harinya, yakni pada hari raya penyaliban, Allah pun mengalirkan air sungai Nil. Dalam semalam saja ketinggian air telah mencapai enam belas hasta, dan dengan itulah Allah menghilangkan tradisi buruk penduduk Mesir.

Karomah Sahabat-Sahabat Rasulullah Saw

Karomah Abu Bakar Ash-Sidiq R.a Yang Mengetahui Kematiannya

Aisyah bercerita, ‘Ayahku (Abu Bakar Ash-Shiddiq) memberiku 20 wasaq kurma (1 wasaq = 60 gantang) dari hasil kebunnya di hutan. Menjelang wafat, beliau berwasiat, `Demi Allah, wahai putriku, tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai ketika aku kaya selain engkau, dan lebih aku muliakan ketika miskin selain engkau. Aku hanya bisa mewariskan 20 wasaq kurma, dan jika lebih, itu menjadi milikmu. Namun, pada hari ini, itu adalah harta warisan untuk dua saudara laki-laki dan dua saudara perempuanmu, maka bagilah sesuai aturan Al-Qur’an.’
Lalu aku berkata, “Ayah, demi Allah, beberapa pun jumlah harta itu, aku akan memberikannya untuk Asma’, dan untuk siapa lagi ya?’”
Abu Bakar menjawab, `Untuk anak perempuan yang akan lahir.”‘ (Hadis shahih dari `Urwah bin Zubair)

Menurut Al Taj al-Subki, kisah di atas menjelaskan bahwa Abu Bakar Ash Shidiq R.a. memiliki dua karomah.
Pertama, mengetahui hari kematiannya ketika sakit, seperti diungkapkan dalam perkataannya, “Pada hari ini, itu adalah harta warisan.”

Kedua, mengetahui bahwa anaknya yang akan lahir adalah perempuan. Abu Bakar mengungkapkan rahasia tersebut untuk meminta kebaikan hari Aisyah agar memberikan apa yang telah diwariskan kepadanya kepada saudara-saudaranya, memberitahukan kepadanya tentang ketentuan-ketentuan ukuran yang tepat, memberitahukan bahwa harta tersebut adalah harta warisan dan bahwa ia memiliki dua saudara perempuan dan dua saudara laki-laki.
Indikasi yang menunjukkan bahwa Abu Bakar meminta kebaikan hati ‘Aisyah adalah ucapannya yang menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang ia cintai ketika ia kaya selain `Aisyah (puterinya). Adapun ucapannya yang menyatakan bahwa warisan itu untuk dua saudara laki-laki dan dua saudara perempuanmu menunjukkan bahwa mereka bukan orang asing atau kerabat jauh.
Ketika menafsirkan surah Al-Kahfi, Fakhrurrazi sedikit mengungkapkan karamah para sahabat, di antaranya karamah Abu Bakar R.a. Ketika jenazah Abu Abu Bakar dibawa menuju pintu makam Nabi Saw, jenazahnya mengucapkan “Assalamu ‘alaika yaa Rasulullah, Ini aku Abu Bakar telah sampai di pintumu.”
Mendadak pintu makam Nabi terbuka dan terdengar suara tanpa rupa dari makam, “Masuklah wahai kekasihku ( Abu Bakar )”

Ali bin Abi Thalib R.a : Berbicara Pada Penghuni Kubur

Sid bin Musayyab menceritakan bahwa ia dan para sahabat menziarahi makam-makam di Madinah bersama Ali bin Abi Thalib R.a.
Ali bin Abi Thalib R.a lalu berseru, “Wahai para penghuni kubur, semoga dan rahmat dari Allah senantiasa tercurah kepada kalian, beritahukanlah keadaan kalian kepada kami atau kami akan memberitahukan keadaan kami kepada kalian.”

Lalu terdengar jawaban, “Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah dari Allah senantiasa tercurah untukmu, wahai Amirul Mukminin. Kabarkan kepada kami tentang hal-hal yang terjadi setelah kami.”

Kisah Taubatnya Hasan al-bashri

Imam Hasan Al Bashri adalah seorang ulama tasauf yang sangat zuhud dari kalangan tabi’in, yang lahir pada tahun 21 Hijriah, dua hari sebelum terbunuhnya khalifah Umar bin Khaththab dan meninggal tahun 110 Hijriah. Ia lahir, tumbuh dan tinggal di Kota Bashrah, sehingga dinisbahkan menjadi namanya al Bashri. Tidak kurang dari 370 orang sahabat, tujuhpuluh orang di antaranya adalah ahlul Badar, yang menjadi guru dan rujukan Hasan al Bashri dalam menuntut ilmu. Termasuk di antaranya adalah Ali bin Abi Thalib, yang digelari Nabi SAW sebagai pintunya ilmu. Namun kisah taubatnya Hasan al Bashri termasuk unik dan memilukan.
            Sebelumnya, Hasan adalah seorang pemuda tampan yang hidup berkelimpahan harta. Ia selalu memakai pakaian yang indah-indah dan suka berkeliling kota untuk bersenang-senang. Suatu ketika ia melihat seorang wanita yang sangat cantik dan tubuh sangat memikat, Hasan berjalan di belakangnya dan mengikuti langkahnya kemanapun ia pergi. Tiba-tiba wanita itu berpaling kepada Hasan dan berkata, “Tidakkah engkau malu??”

Selasa, 18 Februari 2014

Kisah Cinta Qais dan Layla

Alkisah, seorang kepala suku Bani Umar di Jazirah Arab memiliki segala macam yang diinginkan orang, kecuali satu hal bahwa ia tak punya seorang anakpun. Tabib-tabib di desa itu menganjurkan berbagai macam ramuan dan obat, tetapi tidak berhasil.
Ketika semua usaha tampak tak berhasil, istrinya menyarankan agar mereka berdua bersujud di hadapan Tuhan dan dengan tulus memohon kepada Allah swt memberikan anugerah kepada mereka berdua. “Mengapa tidak?” jawab sang kepala suku. “Kita telah mencoba berbagai macam cara. Mari, kita coba sekali lagi, tak ada ruginya.”
Mereka pun bersujud kepada ALLAH, sambil berurai air mata dari relung hati mereka yang terluka. “Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah. Izinkan kami merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami. Anugerahkan kepada kami tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan kepada kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami.”
Tak lama kemudian, doa mereka dikabulkan, dan ALLAH menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama Qais. Sang ayah sangat berbahagia, sebab Qais dicintai oleh semua orang. Ia tampan, bermata besar, dan berambut hitam, yang menjadi pusat perhatian dan kekaguman.
Sejak awal, Qais telah memperlihatkan kecerdasan dan kemampuan fisik istimewa. Ia punya bakat luar biasa dalam mempelajari seni berperang dan memainkan musik, menggubah syair dan melukis.
Ketika sudah cukup umur untuk masuk sekolah, ayahnya memutuskan membangun sebuah sekolah yang indah dengan guru-guru terbaik di Arab yang mengajar di sana , dan hanya beberapa anak saja yang belajar di situ. Anak-anak lelaki dan perempuan dan keluarga terpandang di seluruh jazirah Arab belajar di sekolah baru ini

Jumat, 18 Oktober 2013

Kisah Nenek Pemungut Daun


Kisah ini di kirim oleh Syrief Nur <syariefkuin@yahoo.co.id> ke milli : muhibbun_naqsybandi@yahoogroups.com, dia membacanya dari sebuah buku dan tidak dicantumkan nama bukunya. Saya tampilkan disini semoga bisa diambil hikmahnya:
Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.

Minggu, 13 Oktober 2013

 




Sabtu, 29 Juni 2013

Kecerdasan Imam Asy-Syafi’i

Di bawah ini adalah beberapa riwayat yang menunjukkan kecerdasan Asy-Syafi’i rahimahullah yang sangat di sanjung oleh para ulama yang lainnya.
Dari Ubaid bin Muhammad bin Khalaf Al-Bazzar, dia berkata, “Ketika Abu Tsaur ditanya tentang siapa yang lebih pandai antara Imam Asy-Syafi’i dan Muhammad bin Al-Hasan, maka ia menjawab bahwa Imam Asy-Syafi’i lebih pandai dari pada Muhammad, Abu Yusuf, Abu Hanifah, Hammad, Ibrahim, Al-Qamah dan Al-Aswad.
Ahmad bin Yahya memberitahukan bahwa Al-Humaidi berkata, “Aku telah mendengar dari Sayyid Al-Fuqaha’, yaitu Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i.”
Sedang Ar-Rabi’ berkata, “Aku pernah mendengar Al-Humaidi dari Muslim bin Khalid, ia berkata kepada Imam Asy-Syafi’i, ‘Wahai Abu Abdillah, berfatwalah. Aku bersumpah demi Allah, sesungguhnya kamu sekarang sudah berhak mengeluarkan fatwa.’ Padahal Imam Asy-Syafi’i pada saat itu baru berusia lima belas tahun.”